Sosok ikonis Raminten, salah satu ikon wisata Jogja, diangkat menjadi sebuah film dokumenter. Film tentang Raminten ini diproduksi oleh Kalyana Shira Films dengan sutradara Nia Dinata.
Nia yang sebelumnya sempat menyutradarai sejumlah film, seperti Arisan, Arisan 2, dan Berbagi Suami. Terakhir, dia juga menyutradarai film The World Without yang merupakan film original Netflix yang tayang pada 2021 silam.
Ia mengatakan, film Raminten ini akan mengupas warna-warni dunia Raminten melalui perjalanan sang pendiri, KMT Tanoyo Hamijinindyo atau Hamzah Sulaeman.
Hamzah, menurutnya tidak hanya membesarkan Raminten sebagai sebuah bisnis, tapi juga sebagai keluarga pilihan (chosen family), termasuk di dalamnya karyawan, penampil pertunjukan, serta keluarga dan para sahabat. Pertunjukan Raminten Cabaret yang digandrungi turis lokal maupun mancanegara juga menunjukkan bahwa Raminten dibangun sebagai ruang aman untuk berekspresi.
“Ide ini sudah tercetus sejak lama dan pertama kali dikemukakan tahun 2023 ketika Dena Rachman, produser, masih berada di London mengerjakan disertasi untuk studi S2-nya mengenai representasi dalam industri film di Indonesia. Waktu itu aku ngobrol sama Dena dan aku bilang kita harus bikin film tentang Raminten sebagai bentuk representasi,” kata Nia Dinata dalam konferensi pers di House of Raminten, Senin (19/8).
Film ini diproduseri oleh Dena Rachman dan Melissa Karim. Dena mengaku sangat bersemangat menggarap film dokumenter ini yang sekaligus jadi film perdananya sebagai produser. Sebab, sosok Hamzah Sulaeman menurut dia sangat menginspirasi dirinya.
“Dan fakta bahwa Raminten dengan segala warna-warninya merupakan pertunjukan cabaret yang sangat populer dan disukai oleh berbagai macam orang benar-benar menarik untuk diceritakan,” ujar Dena.
Hal sama disampaikan Melissa Karim. Menurutnya, proses pengerjaan film dokumenter ini jadi perjalanan luar biasa dalam perjalanan kariernya di dunia film. Ia berharap film ini dapat menangkap dan menampilkan esensi dari Ramintan, yang tidak hanya sebagai ikon budaya dan bisnis tapi juga sebagai bentuk keragaman ekspresi Yogyakarta yang modern sebagai kota yang mempertemukan tradisi dan inovasi.
“Sebuah kehormatan bagi kami dapat membawa cerita ini ke khalayak yang lebih luas,” ujar Melissa Karim.
Riset untuk film ini telah dimulai sejak April 2024 dan proses pengambilan gambar telah dimulai pada Juli 2024. Taargetnya, film ini rampung pada akhir tahun 2024 ini.
Selain mendokumentasikan cerita Raminten, film ini juga ingin mempromosikan Yogyakarta sebagai kota yang tidak hanya kental akan budaya Jawa tradisional, tetapi juga kaya akan seni modern kontemporer dengan mengangkat pesan moral bahwa nilai-nilai kebaikan memiliki dampak nyata terhadap hidup orang banyak tanpa memandang perbedaan.
Direktur House of Raminten, Ratri, yang juga merupakan putri dari Hamzah Sulaeman, menambahkan bahwa semua tim dari Raminten menyambut baik proyek film ini.
“Semua tim dari pihak Raminten menyambut dokumenter ini dengan sangat positif dan berharap dokumenter ini akan disambut dengan baik juga oleh masyarakat Indonesia, khususnya warga Jogja,” kata Ratri.
Kanjeng Hamzah Sulaeman sendiri memberikan restu dan pengharapannya untuk kesuksesan film ini.
“Saya doakan supaya maju dan berbahagia,” kata Hamzah.
Eksplorasi konten lain dari JURNAL KOTA - Komite Pewarta Independen (KoPI)
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.