JURNAL KOTA, BANDAR LAMPUNG — Diduga parfum tanpa izin edar BPOM beredar luas di provinsi Lampung Tepatnya Di Kota Bandar lampung, Belakangan kali ini salah satu usaha Parfum Merek Parfum Refill Bdl beredar di kalangan masyarakat di Bandar Lampung dan sekitar nya baik penguna dari kaum muda mau tua dan laris terjual di pasaran (04-09-2024).
Namun pertanyaan apakah parfum satu ini aman dipakai atau ada dampak negatif bagi penggunanya.
Menjawab kekhwatiran masyarakat itu, perlunya melihat legalitas produk satu ini. Apakah terdaftar di BPOM? sudah punya izin edarkah ?
Setelah awak media ini meminta konfimasi ke pemilik usaha Parfume Merek Refill Parfume Bdl di salah satu tempat usaha nya di Kota Bandar Lampung kami ditemui oleh inisial IN mengaku sebagai PR Produk Parfume Refill Bdl, Rabu, (04/09/2024).
Dalam penjelasannya kepada awak media IN menyampaikan bahwa dia tidak tahu menahu terkait tentang legalitas BPOM usaha Parfum Merek Refill Parfume Bdl.
“Ya nanti kami sampaikan ke Owner Refill Parfume Bdl terkait kompirmasi yang kakak tanyakan tadi, soalnya kadang owner tidak pernah ada ditempat bahkan posisinya lagi dilur kota”. Ujar IN
Dikesempatan yang berbeda awak media mencoba untuk mengkompirmasi kepada Badan BPOM Lampung terkait tentang legalitas merek produk Parfume Refilk Bdl, Wulan Ketua Informasi dan Komunikasi Badan BPOM Lampung meyampaikan kepada awak media.
“Tolong dikirim foto Ya pak kami butuh foto produknya dan produsennya siapa Pak, Biar kami cek sudah terdaftar apa belum di Badan BPOM RI.” Ungkap Wulan
Menurut Pasal 1 angka 4 Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan (selanjutnya disingkat UU Kesehatan), kosmetik termasuk ke dalam jenis sediaan farmasi. Kosmetika Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Penjelasan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan farmasi dan Alat Kesehatan adalah:
“Paduan bahan yang siap digunakan pada bagian luar badan (kulit, rambut, kuku, bibir dan organ kelamin bagian luar), gigi dan rongga mulut untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampilan, melindungi agar tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan, tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit.”
Sediaan farmasi seperti kosmetik tidak dapat mati dan/atau bersumpah sembarangan tanpa melewati proses perizinan yang telah ditentukan. Hal ini dikarenakan produk kosmetik umumnya mengandung bahan-bahan kimia yang harus diperiksa kandungannya sehingga hasil yang diproduksi dapat bermanfaat dan aman bagi pemakainya.[2] Oleh karena itu, produk kosmetik hanya dapat mati setelah mendapatkan izin edar dan telah memenuhi persyaratan sebagaimana diatur dalam Pasal 106 UU Kesehatan, yang berbunyi:
“(1) Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar.
(2) Penandaan dan informasi sediaan farmasi dan alat kesehatan harus memenuhi persyaratan objektivitas dan kelayakan serta tidak berputar.
(3) Pemerintah berwenang mencabut izin edar dan memerintahkan asuransi dari peredaran sediaan farmasi dan alat kesehatan yang telah memperoleh izin edar, yang kemudian terbukti tidak memenuhi persyaratan mutu dan/atau keamanan dan/atau kemanfaatan, dapat disita dan kehancuran sesuai dengan ketentuan peraturan peraturan- undangan.”
Izin edar yang diterbitkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) bertujuan untuk melindungi masyarakat dari produk kosmetik berbahaya. Khususnya dari ketentuan administrasi tersebut adalah bahwa pemerintah berwenang untuk mencabut izin dan menarik produk dari pasar yang sebelumnya telah menerima izin. Selain itu, terdapat pula ketentuan pidana untuk menghindari pengadaan, konsumen dalam menggunakan alat kesehatan atau sediaan farmasi sehingga membahayakan masyarakat dari pihak yang tidak memiliki rasa tanggung jawab, mengedarkan kosmetik tanpa izin edar yang diatur dengan ketentuan pidana pasal 106 dan pasal 197 dalam UU Kesehatan. [3] Yang di mana Pasal 197 UU Kesehatan berbunyi:
“Setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi dan/atau alat kesehatan yang tidak memiliki izin edar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 106 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp1.500.000. 000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).”
Maka dari itu, dapat disimpulkan bahwa produk kosmetik yang diproduksi dan mati tanpa izin edar yang dikeluarkan oleh BPOM merupakan pelanggaran hukum. Sedangkan bagi pelaku usaha yang mengedarkan dan/atau memproduksi produk kosmetik tanpa izin edar, dapat dipenjara selama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp.1.500.000.000 (satu miliar lima ratus juta rupiah).[4]
Dasar Hukum :
Penjelasan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 1998 tentang Pengamanan Sediaan Farmasi dan Alat Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 138, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3781).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5063). (Tim)
Eksplorasi konten lain dari Jurnal Kota - Komite Pewarta Independen (KoPI)
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.