JurnalKota.net – Diketahui bahwa THR merupakan jenis pengupahan yang disebut dengan pendapatan non-upah, hak buruh baik dalam hubungan kerja maupun luar hubungan kerja, dan dibayarkan dalam bentuk uang.
Dengan demikian THR tidak dapat diganti dengan istilah lain seperti insentif, parsel, bonus, dan sebagainya.
Namun adanya dilema tersendiri bagi pengemudi Ojol sebagai pekerja aplikator yang cara kerjanya sedikit berbeda dengan pekerja pabrik. Yang melakukan pekerjaan dalam basis digital sebagai pelayanan atau jasa ojek dan kurir online on demand yang masih disebut sebagai setatus hubungan kemitraan yang dianggap setara secara modal inilah yang memunculkan Narasi bahwa tidak adanya hubungan kerja oleh pihak aplikator.
Dalam hal ini bisa dikatakan Selama persoalan “hubungan ketenagakerjaan” ini tidak ada dasar hukumnya,maka persoalan THR bagi pengemudi ojek online akan menjadi terus berputar dalam setiap tahunnya.
Padahal bila merujuk pada unsur pembentuk hubungan kerja berdasarkan UU No.13 Tahun 2003 Tentang ketenagakerjaan, di mana aplikasi tersebut sudah memenuhi syarat mutlak sebagai pemberi kerja , pastinya deretan aplikasi jasa ojek dan kurir online tersebut telah digotong oleh modal besar internasional sebagai bisnis raksasa yang diakui pemerintah , Ditambah lagi dengan melangsir pernyataan dari Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Kemnaker dalam pers Kemenaker tentang Se THR 19/03/2024 yang lalu, Telah menyatakan bahwa pemerintah akan menghimbau para pemilik aplikasi untuk membayar
tunjangan nonupah berupa THR kepada Ojol, dalam hal ini Federasi Pergerakan Serikat Buruh Indonesia -Konfederasi Serikat Nasional menilai bahwa pernyataan itu resmi oleh negara yang menjelaskan bahwa Pengemudi ojek dan kurir online telah diakui sebagai pekerja .
Pada tanggal 11 Maret 2025 telah terbit nya kembali SURAT EDARAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR M/3/HK.04.00/III/2025 TENTANG PEMBERIAN BONUS HARI RAYA KEAGAMAAN TAHUN2025 BAGI PENGEMUDI DAN KURIR PADA LAYANAN ANGKUTAN BERBASIS APLIKASI Menyatakan; Bonus Hari Raya Keagamaan diberikan oleh perusahaan aplikasi kepada seluruh pengemudi dan kurir online yang terdaftar secara resmi pada perusahaan aplikasi. Bonus Hari Raya Keagamaan diberikan paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum Hari Raya ldul Fitri 1446 H. Bagi pengemudi dan kurir online yang produktif dan berkinerja baik,Bonus Hari Raya Keagamaan diberikan secara proporsional sesuai kinerja dalam bentuk uang tunai dengan perhitungan sebesar 2o% (dua puluh persen) dari rata-rata pendapatan bersih bulanan selama 12 (dua belas)bulan terakhir.
Bagi pengemudi dan kurir online di luar kategori sebagaimana dimaksud pada nomor 3,diberikan Bonus Hari Raya Keagamaan sesuai kemampuan perusahaan aplikasi.Pemberian Bonus Hari Raya keagamaan tidak menghilangkan dukungan kesejahteraan bagi pengemudi dan kurir online sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang telah diberikan oleh perusahaan aplikasi.
Namun bila menyoroti dari surat edaran tersebut Federasi Pergerakan Serikat Buruh Indonesia – Konfederasi Serikat Nasional secara hemat menilai bahwa itu hanya sebatas himbauan yang tidak mengikat. Dalam hal ini pemerintah terkesan tarik ulur dengan membuat jalan pintas yang hanya sekedar mencari aman,seakan-akan pemerintah sudah melakukan sesuatu dengan membuat surat edaran.
Padahal isinya itu tidak mengikat, Federasi Pergerakan Serikat Buruh Indonesia – Konfederasi Serikat Nasional Menilai bahwa sebenarnya yang menjadi akar permasalahan utama di sini bukanlah THR, melainkan aturan hubungan antara platform dan pengemudi ojek daring yang masih belum jelas”.”Di atas kertas, hubungan ‘kerja antara platform dan pengemudi ojek online masih disebut sebagai status hubungan kemitraan, Sedangkan di Indonesia sendiri belum ada pengaturannya. Jadi, ketika ada tuntutan ketenagakerjaan yang sifatnya normatif, seperti THR, maka akan sulit untuk diberikan. Untuk itu Selama persoalan “hubungan ketenagakerjaan” ini tidak ada dasar hukumnya, maka persoalan THR bagi pengemudi ojek online akan terus berputar setiap tahunnya.
Bagaimana tidak Program Insentif yang diberikan, ketika seorang pengemudi aktif bekerja sebelum masa hari lebaran.
Justru hal ini dinilai apa yang dilakukan oleh pihak aplikator berbanding terbalik, bagaimana tidak apabila disuruh on-bid dulu baru dapat insentif THR. Itu namanya bukan THR tapi upah karena sudah bekerja di hari menjelang Lebaran, sementara THR itu adalah non upah.
Bila dilihat secara hemat Federasi Pergerakan Serikat Buruh Indonesia – Konfederasi Serikat Nasional yang terjadi dilapangan ada beberapa titik yang memperlihatkan ketidak setaraan dalam hubungan tersebut,Misalnya dari sisi pengemudi yang pernah mengalami penurunan soal pendapatan secara ekstrim setelah dihilangkannya skema insentif bonus berdasarkan pencapaian kerja.
Kemudian Untuk menutupi kekurangan pendapatan tersebut, pengemudi harus melakukan upaya bekerja diluar ambang batas jam kerja formal,dengan rata-rata jam kerja 14-16 jam dalam sehari. Hal itu ditambah lagi pengemudi dalam melakukan Pekerjaan berdasarkan jasa pengantaran orang atau barang.
Dengan Upahnya, berdasarkan kerja pengantaran orang atau barang kemudian Perintah kerjanya melalui algoritma yang ditentukan oleh platform aplikasi , yang mekanisme nya para pengemudi Ojol dalam melakukan pekerjaan seringkali juga mengalami kerja-kerja yang rentan dalam arti dihadapkan pada kondisi kerja yang kurang baik tanpa adanya jaminan perlindungan sosial dan kesehatan dari BPJS kesehatan dan BPJS ketenagakerjaan yang menjamin hari tua ketika mereka tidak sanggup lagi bekerja ,Menurut FPSBI-KSN dalam hal ini adanya kelalaian Negara atas Rakyatnya.
Federasi Pergerakan Serikat Buruh Indonesia – Konfederasi Serikat Nasional Melihat soal status Hubungan kemitraan antara pengemudi ojek online dan platform menilai problematis dan terlalu lama dibiarkan oleh pemerintah , Yang jelas hukum ketenagakerjaan di Indonesia tidak cukup responsif atau gagap dalam melihat fenomena di dunia ekonomi yang sebenarnya tidak terlalu baru, dengan munculnya jenis pekerjaan baru seperti ojek online.
Dalam hal ini Federasi Pergerakan Serikat Buruh Indonesia – Konfederasi Serikat Nasional berpendapat bahwa reformasi hukum di Indonesia masih belum mampu melindungi hak-hak ketenagakerjaan untuk pengemudi ojek online.
Hal ini ada kemungkinan dikarenakan interpretasi dari unsur-unsur hubungan kerja Yang masih terlalu sempit dan belum dapat mengikuti perkembangan zaman,
Selanjutnya dalam hal ini harapan Federasi Pergerakan Serikat Buruh Indonesia – Konfederasi Serikat Nasional kepada pemerintah untuk mempertegas soal status hubungan kerja Ojol dan aplikator sebagai hubungan ketenagakerjaan dan memberikan segala hak ketenagakerjaan kepada Ojol sebagaimana UU Ketenagakerjaan dan Konvensi ILO tanpa terkecuali.
Serta kepada Kementerian Tenaga Kerja untuk bersikap tegas bagi aplikator yang tidak menaati SE THR dan peraturan ketenagakerjaan lainnya sebagai bentuk tanggung jawabnya terhadap rakyat Dan kepada seluruh perusahaan aplikator untuk mematuhi segala aturan ketenagakerjaan yang berlaku serta perusahaan aplikator dan kurir dalam memberikan THR kepada Ojol sebagaimana pernyataan dari pemerintah.*