LAMPUNG – Inflasi di Provinsi Lampung pada bulan Maret 2025 tercatat sebesar 1,96% (mtm), mengalami kenaikan dibandingkan periode Februari 2025 yang mengalami deflasi sebesar 0,66% (mtm). Angka ini lebih tinggi dibandingkan inflasi nasional yang tercatat sebesar 1,65% (mtm). Secara tahunan, Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) di Lampung pada Maret 2025 mengalami inflasi sebesar 1,58% (yoy), berbanding terbalik dengan deflasi sebesar 0,02% (yoy) pada bulan sebelumnya dan lebih tinggi dari inflasi nasional yang tercatat deflasi 1,03% (yoy).
Inflasi tahunan ini membawa IHK di Provinsi Lampung kembali berada dalam kisaran sasaran inflasi 2025, yakni 2,5% ± 1,0%.
Penyebab utama inflasi pada Maret 2025 adalah kenaikan harga tarif listrik, serta harga bawang merah, bawang putih, telur ayam ras, dan bayam dengan andil masing-masing sebesar 1,25%; 0,39%; 0,07%; 0,06%; dan 0,05% (mtm). Kenaikan harga tarif listrik dipicu oleh berakhirnya diskon 50% yang diberikan kepada pelanggan rumah tangga PLN dengan daya 450VA hingga 2.200VA pada Januari hingga Februari 2025. Sementara itu, kenaikan harga bawang merah disebabkan oleh berakhirnya masa panen di sentra produksi Jawa Barat, sedangkan harga bawang putih naik karena penundaan realisasi impor. Kenaikan harga beberapa komoditas makanan lainnya juga dipengaruhi oleh tingginya permintaan selama bulan Ramadan dan Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) Idul Fitri.
Di sisi lain, inflasi Maret 2025 terhambat oleh beberapa komoditas yang mengalami deflasi, terutama cabai merah, vitamin, cabai rawit, pembersih lantai, dan angkutan udara dengan andil masing-masing sebesar -0,05%; -0,03%; -0,02%; -0,02%; dan -0,02% (mtm). Penurunan harga cabai merah terkait dengan musim panen cabai yang berlangsung pada Maret 2025, sementara penurunan harga angkutan udara dipengaruhi oleh kebijakan insentif pajak pertambahan nilai (PPN) yang ditanggung pemerintah untuk harga tiket pesawat menjelang HBKN Idul Fitri.
Ke depan, Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPw BI) Provinsi Lampung memprediksi inflasi IHK di Provinsi Lampung akan tetap berada dalam rentang sasaran inflasi 2,5% ± 1% (yoy) sepanjang tahun 2025. Namun, ada sejumlah risiko yang perlu diwaspadai, antara lain terkait Inflasi Inti (Core Inflation) seperti: (i) peningkatan permintaan agregat akibat kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2025 sebesar 6,5%; (ii) kenaikan harga emas dunia karena ketidakpastian geopolitik dan kebijakan ekonomi Amerika Serikat; (iii) kenaikan permintaan terkait dengan HBKN Idul Fitri. Selain itu, inflasi bahan makanan yang bergejolak (Volatile Food) juga berpotensi meningkat karena (i) kenaikan harga beras pasca panen raya; (ii) musim kemarau yang mulai berlangsung pada Juni 2025 yang berisiko mengganggu hasil panen gogo; (iii) tingginya permintaan bahan makanan terkait dengan implementasi kebijakan makan bergizi gratis (MBG).
Dari sisi harga yang diatur pemerintah (Administered Price), risiko inflasi terkait dengan tarif listrik dan angkutan udara perlu diperhatikan. Kenaikan tarif listrik seiring berakhirnya diskon potongan tarif PLN dan kenaikan harga angkutan udara seiring berakhirnya kebijakan insentif PPN DTP untuk harga tiket pesawat menjadi perhatian.
Melihat perkembangan inflasi terkini dan memperhitungkan risiko yang ada, Bank Indonesia dan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Lampung akan terus menjaga stabilitas harga melalui strategi 4K, yakni:
- Keterjangkauan Harga
a. Melakukan operasi pasar beras dan SPHP yang terarah dan terfokus.
b. Memantau harga dan pasokan, khususnya untuk komoditas yang berisiko mengalami kenaikan, seperti bawang merah, bawang putih, dan berbagai buah serta sayuran. - Ketersediaan Pasokan
a. Memperluas implementasi Toko Pengendalian Inflasi di seluruh wilayah IHK/Non-IHK.
b. Memperkuat kerja sama antar daerah (KAD) dan intra daerah di Provinsi Lampung untuk komoditas yang berisiko defisit. - Kelancaran Distribusi
a. Penguatan kapasitas transportasi dengan penambahan volume dan rute penerbangan.
b. Menjamin kelancaran operasi pasar melalui implementasi Mobil TOP (Transportasi Operasi Pasar). - Komunikasi Efektif
a. Melakukan rapat koordinasi mingguan di setiap Kabupaten/Kota untuk menjaga kesadaran terkait dinamika harga dan pasokan.
b. Memperkuat komunikasi dengan media dan masyarakat guna menjaga ekspektasi positif terkait perkembangan harga dan kecukupan pasokan.