JurnalKota, Lampung – Fenomena Sekolah menahan ijasah akibat orang tua tidak mampu membayar uang komite tampaknya masih saja terjadi di sekolah-sekolah. Padahal Kementerian Pendidikan telah mengeluarkan peraturan melalui Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan .
Pada Pasal 7 ayat (8) dikatakan “Satuan pendidikan dan dinas pendidikan tidak diperkenankan untuk menahan atau tidak memberikan ijazah kepada pemilik ijazah yang sah dengan alasan apapun”.
Dari peraturan ini jelas bahwa pihak sekolah dilarang menahan ijazah siswa atau ijazah peserta didik dengan alasan apapun. Alasan apapun ini bisa karena belum membayar iuran sekolah, belum membayar SPP, belum membayar sisa uang ujian, dan lain-lain.
Perlu diketahui bahwa ketika peserta didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikan formal atau lulus dari program pendidikan nonformal atau pendidikan kesetaraan, maka peserta didik berhak menerima ijazah sebagai pengakuan atas prestasi belajar dan kelulusan dari suatu jenjang pendidikan formal atau pendidikan nonformal.
Tujuan penerbitan ijazah berdasarkan Pasal 2 Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 14 tahun 2017 tentang Ijazah dan Sertifkasi Hasil Ujian Nasioal, pada Pasal 2 dikatakan penerbitan ijazah bertujuan untuk memberikan pengakuan atas perolehan prestasi belajar dan penyelesaian suatu jenjang pendidikan kepada peserta didik setelah lulus dari satuan pendidikan.
Ditengah-tengah kesibukannya awak media mewawancari tokoh muda sekaligus politisi Lampung, Bang Taufik (sapaan akrabnya). ketika Bang Taufik ditanya berkenaan fenomena penahanan ijasah dikarenakan orang tua tidak mampu membayar komite, ia mengatakan, “Loh, lucu juga dunia pendidikan hari ini ya, oknum-oknum dari dinas pendidikan sampe ke guru-guru seperti tidak taat undang undang,” ucapnya.
“Saya sampaikan kemasyarakat kalau masih ada sekolah yang menahan ijasah laporkan ke polisi atau ke jaksa, mereka bisa kena pasal 372 KUHP yang menyatakan bahwa barang siapa yang sengaja memiliki dengan cara melawan hak suatu barang yang secara keseluruhan atau sebagian milik orang lain dan barang tersebut ada dalam tangannya bukan karena tindak kejahatan maka akan dihukum dengan tindakan penggelapan barang,” tegasnya.
“Yang lebih lucu lagi, sekolah negeri saat ini lebih mahal biayanya dari sekolah swasta. sekolah negeri itukan bangun gedung, alat-alat seperti bangku, meja, papan tulis dan komputer sudah dibiaya dana DAK, untuk guru honor bisa pake dana BOS dan BOSDA sudah ada, lalu kurang apa lagi. Oke orang tua harus terlibat, bisa diterima akal sehat, diadakan komite agar menutupi yang kurang-kurang, tetapi tidak melampaui dana BOS yang diberikan pemerintah, kalau tidak salah 1,2 juta pertahun,” paparnya lagi.
“Di SMA dan SMP di lampung, saya dengar ada yang sampai 8 juta pertahun. Pendidikan kita di lampung ini mau jadi apa, kok guru dan kepala sekolah bahkan dinas sadis amat ya, padahal gaji guru honorer banyak dibawah 1 juta, kemana dana BOS, BOSDA, komite yang biayanya selangit itu. Negara ini mau jadi apa kalau biaya untuk sekolah sudah tidak masuk akal. Guru honornya sulit, wali murid kelilit hutang karena bayar komite,” geram Bang Taufik.
“Kemudian gara-gara uang komite, banyak anak-anak kena beban mental karena ijasah dan di intimidasi karena ortunya tidak sanggup bayar. Jadi menurut saya, saatnya aparat hukum seperti kejaksaan dan kepolisian bahkan KPK turun tangan, jelas indikasi korupsi terjadi di lingkungan pendidikan, ini harus diberantas.” Pungkas Bang Taufik yang juga Wakil Ketua 1 Bidang Kebijakan dan Strategi DPW Partai Perindo dan Ketua Forum Lintas Lembaga Peduli Pembangunan Lampung ini. (*)
Eksplorasi konten lain dari JURNAL KOTA
Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.