Kronologi 3 Santri di Lamongan Diikat-Dibanting Versi Pengurus Ponpes

Kronologi 3 Santri di Lamongan Diikat-Dibanting Versi Pengurus Ponpes

Kasus dugaan penganiayaan 3 santri terhadap korban berinisial AKA (13) di Pondok Pesantren Matholi’ ul Anwar, Lamongan, masih diselidiki kepolisian. Saat itu, korban mengalami pendarahan di bagian telinga.

Terbaru, Pengurus Pondok Pesantren (Ponpes) Matholi’ ul Anwar, Abdulloh Faqih memberi penjelasan terkait kronologi insiden tersebut.

Berikut kronologi versi pengasuh ponpes:

5 Mei 2024

Pukul 21.00 WIB

Abdulloh Faqih mengatakan, pelaku dan korban merupakan santri tahfidz atau penghafal Al-Quran. Saat itu tepatnya pukul 21.00 WIB, korban dan pelaku baru menyetor hafalan di lantai 4, asrama pondok putra.

“Mereka ini teman se-kamar guyonan (bercanda). Usai setor hafalan mereka ke luar ruangan. Lantas terjadilah insiden tersebut,” kata Faqih, Minggu (12/5).

Menurut Faqih, saat itu pelaku sedang bercanda dengan korban. Ia juga mengeklaim korban tak dibanting oleh pelaku. Akibatnya, korban mengalami pendarahan di bagian telinga.

“Korban pascakejadian sadar. Tapi terlihat lemas dan jalan ke lantai dasar terekam CCTV menemui salah satu pembina. Lalu dia di bawa ke Faskes 1 (klinik NU Kendal) di dekatnya pondok pesantren,” rincinya.

6 Mei

Orang tua merujuk korban ke RS Muhammadiyah Lamongan untuk dilakukan pemeriksaan lanjutan.

Hari itu juga, lanjut Faqih, pengurus mempertemukan orang tua korban dan 3 santri terlapor beserta pembina kamar. Dengan niatan “tabayyun” dalam rangka memediasi peristiwa tersebut.

“Para teman teman meminta maaf, dan orang tua saat itu baik baik saja dapat memahami kejadian tersebut,” jelasnya.

“Saya ucapkan terima kasih kepada anak (korban) dan orangtuanya waktu itu. Sebab, dengan kejadian ini pihak pesantren mengetahui kelakuan santri santri yang guyonannya sedemikian,” lanjut Faqih.

7 Mei

Orang tua korban kembali ke klinik untuk meminta rujukan atas pemeriksaan telinga ke dokter THT di RS Muhammadiyah Lamongan.

“Korban dirujuk sama orangtuanya ke situ, namun kebetulan waktu itu dokter THT RS. Muhammadiyah sedang cuti. Namun setelah dokter memeriksanya. Hasilnya tetap sama,” ungkapnya.

10 Mei

Jumat (10/5) pagi, pihak pesantren mengundang orang tua masing-masing santri yang bersangkutan. Tapi orang tua dari korban AKA (13) berhalangan hadir karena sedang bekerja

“Jumat pagi kami janjian. Serta berniat agar atas masalah ini orang tua korban maupun pelaku bisa mengetahui dan menjadikan pembelajaran untuk menasihati anak-anak mereka. Namun orang tua AKA tidak bisa hadir,” kata Faqih.

Faqih bersama pengurus lain menyempatkan untuk mendatangi rumah orang tua korban. Dalam pertemuan itu suasana memanas.

“Kami, pengurus menyempatkan hadir ke rumah korban. Di situ dari pihak keluarga besar lainnya marah-marah. Berbeda dengan kondisi di awal, di mana orang tua korban baik baik saat pertemuan awal, Senin tanggal 6 Mei 2024 lalu di pesantren,” ucapnya.

Dari percakapan itu, pihaknya baru mengetahui bahwa kasus itu telah dilaporkan ke kepolisian tepatnya pada 5 Mei.

“Dan tidak tahunya, ternyata kejadian di tanggal 5 itu dilaporkan ke polisi. Dan tuduhan yang dibuat korban dibanting,” paparnya.


Eksplorasi konten lain dari JURNAL KOTA - Komite Pewarta Independen (KoPI)

Berlangganan untuk dapatkan pos terbaru lewat email.

Tinggalkan Balasan